Translate

Kamis, 20 Agustus 2015

Strategi Bisnis Rasulullah Muhammad SAW - KokoLinds.Com

Kejayaan ekonomi Islam mulai dibangun yaitu pada masa Rasulullah s.a.w, sampai-sampai pada waktu itu dua pertiga dunia selama 800 tahun dikuasai oleh kaum muslimin, sehingga timbul pertanyaan pada diri kita, apa sebenarnya rahasia suksesnya perekonomian pada saat Rasulullah s.a.w. dan para sahabat? Kalau kita bedah, sebenarnya rahasia suksesnya bisnis Rasulullah s.a.w. paling tidak terdiri dari tiga tahapan :


1. Jujur.

Kalau kita menginginkan sukses dalam berbisnis maka yang pertama yang harus kita miliki adalah kejujuran, karena kalau tidak memiliki kejujuran orang tidak akan mau berbisnis dengan kita.

2. Cerdas.

Jujur dalam berbisnis jika tidak dibarengi dengan kecerdasan maka akan menemukan kerepotan, karena akan mudah ditipu oleh orang lain dan sebaliknya orang yang cerdas tetapi tidak jujur maka orang tidak ada yang mau berbisnis dengannya.

3. Menginfakan sebagian hartanya kepada orang lain.

Inilah tiga rahasia strategi bisnis rasulullah s.a.w. Marilah kita bahas satu persatu dari ketiganya.

1. Jujur.

Jujur dalam konteks Islam memiliki dua makna yaitu jujur kepada Allah yang dalam bahasa sehari-hari disebut ’siddiq’. Siddiq artinya ’sami’na waatha’na’ yaitu ’mendengar dan mentaati’.

Ketika nabi Musa a.s. dikejar-kejar oleh Fir’aun, maka nabi Musa mengajak kepada kaumnya, ”Wahai kaumku, mari kita pergi ke pinggir laut.” Umat nabi Musa bertanya, ”Wahai musa, mengapa kita harus pergi ke pinggir laut, sementara Fir’aun dan pasukan kudanya mengejar kita dari belakang, sedangkan kondisi pinggir laut datar maka akan mudah mengejar kita, kenapa kita tidak pergi ke gunung saja yang jalannya tinggi dan susah bagi Fir’aun dan pasukannya untuk mengejar kita?”, Musa menjawab, Tidak, kita harus pergi ke laut.”

Setibanya ketepi laut merah, lagi-lagi kaumnya nabi Musa bertanya, ”Wahai nabi Musa, apa yang harus kita lakukan, dibelakang kita ada pasukan Fir’aun sementara didepan ada laut?” Musa menjawab, ”Wahai kaumku, aku bukanlah seorang yang ahli strategi perang yang ulung, aku bukanlah seorang jenderal yang ahli strategi perang, yang aku tahu hanya satu, sami’na waatha’na, ketika Tuhanmu menyuruh aku untuk membawa kalian ketepi laut, maka aku akan mendengar dan mentaatinya, sekarang ketika Tuhanku menyuruh aku untuk memukulkan tongkatku ke laut merah, maka akan aku pukulkan.”

Singkat kata, laut merah itu terbelah dan nabiullah Musa beserta kaumnya lewat sementara Fir’aun tergulung oleh laut merah.

Dalam kaitan ekonomi, bagaimana makna sami’na wa’atha’na? Dalam kaitan ekonomi makna ’sami’na waatha’na’ yaitu jika ada larangan haram maka harus sedia untuk meninggalkannya tanpa harus berdalih apapun dan tidak boleh ada alasan apapun, pendek kata kita tidak boleh bermain-main dengan yang haram, dan harus segera meninggalkanya. Dalam kondisi kehidupan sekarang ini, sering ada ungkapan mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal. Ungkapan ini harus ditinggalkan jauh-jauh, karena rizki adalah rahasia Allah, jika kita mencarinya dengan cara yang haram maka tidak akan menjadi menambah rizki yang kita miliki.

Dalam kitab ’La Tahzan’ diceritakan, ketika itu Sayyidina Ali menumpangi keledai sampai ke masjid, lalu dia melihat ada seorang pemuda yang sedang duduk-duduk di Masjid. Maka Sayyidina Ali dalam hatinya berkata, jika aku nanti setelah selesai shalat, maka akan aku sedekahkan satu dinar kepada pemuda ini. Lalu Ali turun dari keledainya dan berkata kepada pemuda tersebut , wahai Pulan, tolong jagakan keledaiku, aku mau shalat dulu. Ketika Sayyidina Ali selesai shalatnya dan keluar dari masjid, setibanya diluar ternyata pemuda itu sudah tidak ada sementara keledainya masih ada tapi sudah tidak memakai cangkang keledai. Timbul prasangka Ali jangan-jangan pemuda yang tadi aku titipkan adalah pencuri sehingga mencuri cangkang keledaiku. Maka disuruhlah salah seorang sahabat untuk membawa satu dinar uang kepasar karena dia menduga pemuda tadi yang mencuri cangkang keledainya, kalau benar, maka engkau beli cangkang keledai itu. Setibanya di pasar, benar ada pemuda tadi yang sedang menawar-nawarkan cangkang keledai tersebut dengan harga satu dinar, maka dibelilah cangkang keledai itu dan kembalilah sahabat itu kepada Ali. Sayyidina Ali berkata, Subhanallah, pemuda ini memilih satu dinar yang haram dibandingkan dengan satu dinar yang halal, kalau saja dia sabar sedikit maka dia akan dapat satu dinar juga tetapi mendapatkan yang halal.

Sekali lagi perlu ditekankan bahwa dengan mencari rizki yang haram pada hakikatnya tidak akan menambah rizki yang kita miliki tetapi sebaliknya hanya akan menambah dosa yang kita miliki. Hanya ada dua cara dalam mencari rizki. pertama, banyaklah bersilaturahmi. Rasulullah mengatakan, silaturahim akan memperbanyak saudara dan memperbanyak rizki. Kedua, perbanyaklah sadaqah. Dalam sebuah hadis qudsi Allah mengatakan, dan tidak akan berkurang uang yang disedekahkan dijalan Allah. Jika kita bersedekah dengan ikhlas, maka Allah akan menambahnya dengan tujuh kali lipat dan jika lebih ikhlas lagi maka Allah ganti dengan tujuh ratus kali lipat.

Jadi, jangan pernah punya fikiran terlintas dalam hati ataupun dalam otak kita untuk menambah rizki itu dengan cara yang haram, rizki takarannya sudah ada dari Allah, kalau kita mencari dengan cara yang halal maka akan segitu dapatnya, dan jika mencari dengan cara yang haram maka akan segitu juga dapatnya.

Dalam sebuah kisah diceritakan, dalam antrian panjang ketika akan menghadapi peperangan Badar, orang-orang yang memiliki tombak menyumbangnya dengan tombak, orang-orang yang memiliki pedang menyumbangnya dengan pedang, yang punya panah maka menyumbangnya dengan panah, orang yang punya harta menyumbangnya dengan harta. Dalam antrian panjang itu ada seorang nenek tua yang ikut antri sementara dia sendiri tidak membawa apa-apa sehingga petugas antrian tersebut betanya, “Nek...Apakah nenek tidak salah antri, ini adalah antrian perang badar.” Sang nenek menjawab, “Wahai anak muda, aku memang tidak punya harta benda yang dapat aku berikan untuk persiapan perang badar dan badanku juga sudah tua renta, aku hanya punya seutas tali yang panjangnya kira-kira 40 centimeter, tolong terimalah taliku ini dan bawalah ke medan perang. Dalam peperangan badar tersebut terdiri 300 pasukan muslim dan 1000 pasukan kafir, dalam peperangan tersebut banyak sekali para petinggi quraisy yang terbunuh dan salah satu diantara petinggi tersebut tertawan sementara kaum muslimin tidak menemukan tali untuk mengikat tawanan itu kecuali tali yang dari si nenek tua itu. Dimata manusia pemberian si nenek tua itu tidak ada apa-apanya, tapi karena si nenek tersebut memberikannya dengan ikhlas dan memberikan yang terbaik yang dia miliki maka Allah angkat perbuatan nenek tua itu begitu tingginya sehingga dengan talinya itu dia diberikan kesempatan untuk mengikat tawanan kaum quraisy tersebut yang sampai hari ini kisahnya dapat dibaca pada kitab-kitab sejarah.

Dari kutipan sejarah tersebut diatas, cobalah kita tanya diri kita sendiri sudah berapa banyak yang kita sadaqahkan dari sesuatu yang kita miliki? Kalau kita sudah bersadaqah, sudah ikhlaskah kita ketika memberikannya?

Didalam urusan ekonomi, masuk dalam bab muamalat tentu berbeda fiqih muamalat dengan fiqih ibadah. Dalam fiqih ibadah, rumusnya semua itu tidak boleh kecuali yang ada ketentuannya, maka berlakulah asal hukum fiqih ibadah bahwa dalam ibadah kita tidak dituntut untuk kreatif dan inovatif atau menciptakan sesuatu yang baru, cukup dengan melakukan sesuatu yang telah ada contohnya karena kalau menciptakan sesuatu akan masuk dalam kategori bid’ah sementara bid’ah itu sesat dan masuk dalam neraka. Itulah dalam masalah ibadah. Tapi untuk asal hukum fiqih muamalat semuanya boleh kecuali sesuatu yang dilarang, mau minum apa saja boleh asal jangan yang dilarang, mau makan apa saja boleh kecuali yang dilarang. Oleh karena itu, dalam mempelajari fiqih muamalat yang sebaiknya yang kita pelajari yang haram sehingga kita tidak melakukannya.

Sesuatu yang haram dalam fiqih muamalat terdiri dari dua. Pertama, haram dzatnya (haram fii dzatihi). Dalam al quran haram dzatnya ada empat macam yaitu babi, darah, bangkai, khamer. Jika kita sudah mengetahuinya maka kita harus berusaha untuk meninggalkannya jangan lagi berfikir kenapa babi haram dan sebagainya. Kedua, haram karena bukan dzatnya. Haram bukan karena bukan dzatnya ada tujuh macam, yaitu

1. Tajlis (menipu ). Dalam fiqih, menipu ada empat macam, yaitu menipu dalam hal kuantitas (mengurangi timbangan), menipu dalam kualitas (menyembunyikan cacatnya barang), dalam Islam dibolehkan menjual barang cacat tetapi tidak boleh menyembunyikan cacatnya barang, menipu dalam hal waktu penerimaan barang;

2. Gharar (ada ketidakpastian didalam jual belinya). Gharar ada empat macam. Yaitu, gharar dalam hal kuantitas, gharar dalam kualitas, gharar dalam hal harga, gharar dalam hal waktu.

Pertanyaan-pertanyaan :

1. Bagaimana hukumnya bisnis MLM (multi level marketing) yang dikemas dengan memakai lebel Islam yang tidak melipat gandakan harga barang atau harganya sesuai dengan harga pasar?
Dari : Ahmad Rifa’i.

2. Bagaimana hukumnya memberikan sumbangan melalui bank yang kita tahu bahwa banknya adalah bank konvensional atau bank riba, apakah amalnya diterima sementara kalau sudah terlalu lama di bank akan sulit untuk memilah-milahnya mana yang sudah kena riba dan mana yang belum.
Dari : Iqbal

3. Bagaimana hukumnya kontrak yang sudah ditandatangani kemudian setelah dijalani kontrak ternyata tidak adil
Dari : Ir. Joko Iswadi.

Jawaban-jawaban :

1. Dalam bisnis MLM, apabila keuntungan yang dibagikan dalam jaringan MLM tersebut berasal dari keuntungan penjualan barang-barang atau jasa yang halal maka dia boleh, tetapi keuntungan yang dibagikan dalam jaringan itu berasal dari hasil pendaftarfan down linenya atau hasil penjualan barang dan jasa hasil dengan jalan haram maka menjadi haram dan harus dilihat juga barang yang diperjual belikan apakah halal atau haram.

2. Tidak akan menjadi masalah bagi yang membayar sumbangan tersebut, yang kelirunya adalah orang yang menerima sumbangan. Ada juga sekarang lembaga yang mempunyai rekening di bank konvensional termasuk badan Amil zakat, tetapi rekening mereka di bank konvensional itu hanya rekening numpang lewat saja yang langsung dipindahkan ke bank syariah. Ini berfungsi untuk memudahkan bagi mereka membayar infaq, zakat dan sadakahnya mengingat jaringan di bank-bank syariah belum banyak sehingga petugas bank-bank syariah membuka rekening di bank konvensional tetapi uangnya tidak mereka endapkan di bank tersebut dan begitu masuk langsung ada otomatic transfer pada bank syariah. Yang tidak boleh adalah yang uangnya diendapkan pada bank konvensional sehingga mendapatkan bunga.

3. Rumus dalam kontrak kerja adalah semua akad yang sudah disepakati harus dihormati, sesuatu yang sudah ditandatangani dalam sebuah kontrak itulah yang disepakati. Jika dalam perjalanannya ada satu pihak yang tidak sedap maka ada baiknya ada negosiasi ulang asalkan rasa keadilan tumbuh pada dua belah pihak.


Sebelum menjadi nabi, Muhammad adalah seorang pedagang sukses yang dijuluki Al Amin. Lebih dari 20 tahun beliau berkiprah di bidang perdagangan, sehingga mampu membangun jaringan bisnis hingga ke Yaman, Syria, Irak, Yordania dan kota-kota lainnya di Jazirah Arab. Karirnya meningkat setelah dipercaya sebagai mudharib (fund manager) seorang saudagar besar bernama Khadijah. Dalam Sirah Halabiyah dijelaskan bahwa Muhammad sempat melakukan empat lawatan dagang untuk Khadijah. Selain perjalanan bisnis, dia juga terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-musim haji di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sementara di luar musim haji, Muhammad sibuk mengurus perdagangan grosir pasar-pasar kota Mekkah. Dalam menjalankan bisnisnya, dia menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang jitu dan andal sehingga bisnisnya tetap untung dan tidak pernah buntung / rugi. Prinsip-prinsipnya, antara lain jujur, setia dan profesional. Dengan prinsip-prinsip etika bisnis tersebut, dia berhasil meraih kepercayaan konglomerat-konglomerat Arab. Inilah dasar kepribadian dan etika bisnis yang dipraktekkan Muhammad sehingga bisa menjadi semacam money magnet bagi taipan-taipan Arab kala itu, di samping juga menjadi medan magnet yang mempengaruhi orang-orang yang ada di sekitarnya, dan masyarakat Arab pada umumnya. 
(hal 31-32)
Buku karya La Ode Kamaluddin ini merupakan lanjutan dari buku 14 Langkah Bagaimana Rasulullah SAW Membangun Kerajaan Bisnis. Di dalam buku ini Kaimuddin memaparkan 12 rahasia bisnis Rasullah. Antara lain, menjadikan bekerja sebagai ladang menjemput surga; berpikir visioner, kreatif dan siap menghadapi perubahan; pintar mempromosikan diri; menggaji karyawan sebelum kering keringatnya; mengutamakan sinergisme; berbisnis dengan cinta; serta pandai bersyukur dan berucap terima kasih.
Selain memaparkan 12 rahasia bisnis Rasulullah, Kamaluddin juga memberi penekanan khusus pada pentingnya menjaga amanah. Sebab kesuksesan Rasulullah tak bisa lepas dari keberhasilannya menjaga kepercayaan (amanah). Itulah modal terbesar yang tak bisa ditawar-tawar jika kita ingin sukses dalam berbisnis seperti Rasulullah.
Dari berbagai hadis dan sejarah hidup rasulullah (sirah nabawiyah), Kamaluddin menemukan beberapa inspirasi yang dapat menjadi teladan bagi para pebisnis. 
Pertama, penjual tidak boleh mempraktekkan kebohongan dan penipuan menyangkut barang yang dijual kepada pembeli.
Kedua, penjual harus menjauhkan sumpah yang berlebihan dalam menjual suatu barang. Dalam mengiklankan produk atau jasa, tidak dibenarkan melakukan pembodohan dengan cara berdusta. 
Ketiga, hanya dengan sebuah kesepakatan bersama, atau dengan suatu usulan dan penerimaan, suatu penjualan akan sempurna. Keempat, Rasulullah melarang dengan tegas adanya monopoli dagang. Mengutip ceramah seorang dai kondang yang juga pebisnis sukses,

Semoga Bermanfaat dan Memberi Inspirasi Umat, Amien

Tidak ada komentar:

Posting Komentar